hudup dalam angan-angan
Dear rekan kerja, hari ini sudah tanggal 29 januari 2013, 2 hari lagi sudah akhir bulan . Sudahkah kita menuai prestasi di awal tahun 2013 ini. Lalu Apa yang sedang kita lakukan hari ini? Sudahkah sesuai agenda yang kita rancang? Saya yakin, setiap dari kita sedang memiliki masalah, karena itulah kodratnya orang yang hidup, yaitu memiliki masalah. Tapi mengapa kebanyakan dari kita selalu menyerah kepada masalah yang menghinggapi diri kita?
Ketika kita kalah dari masalah yang kita hadapi, yang terjadi hanyalah kita akan “Hidup Dalam Keluhan dan Hidup Dalam Pengandaian”. Dan hidup seperti itu, maka sebetulnya kita tidak hidup in the Now. Dan kalau sudah seperti ini, apa yang akan kita harapkan? Yang ada nantinya hanyalah penyesalan belaka. Penyesalan yang akan membuat kita tidak passion dalam menjalani hari-hari kita.
Rekan kerja, 2013 sudah sebulan berjalan, yuk kita sama-sama bersiap diri untuk menghadapi segala tantangan dan rintangan yang akan datang menghadang kita. Kita sebagai anak muda, jangan pernah takut untuk sejatuh-jatuhnya, gagal segagal-gagalnya, karena kita akan meraih “SUKSES” seutuh-utuhnya. Ayo lakukan “Resolusi bahkan kalau perlu Revolusi pada diri kita”, karena untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda terkadang kita harus merubah cara dan cara kerja kita. Memang perubahan tidak menjamin keberhasilan, tapi tidak ada kesuksesan tanpa diiringi oleh perubahan yang baik.
MISKIN HATI DAN HARTA
Dear rekan kerja, hari ini sudah tanggal 29 januari 2013, 2 hari lagi sudah akhir bulan . Sudahkah kita menuai prestasi di awal tahun 2013 ini. Lalu Apa yang sedang kita lakukan hari ini? Sudahkah sesuai agenda yang kita rancang? Saya yakin, setiap dari kita sedang memiliki masalah, karena itulah kodratnya orang yang hidup, yaitu memiliki masalah. Tapi mengapa kebanyakan dari kita selalu menyerah kepada masalah yang menghinggapi diri kita?
Ketika kita kalah dari masalah yang kita hadapi, yang terjadi hanyalah kita akan “Hidup Dalam Keluhan dan Hidup Dalam Pengandaian”. Dan hidup seperti itu, maka sebetulnya kita tidak hidup in the Now. Dan kalau sudah seperti ini, apa yang akan kita harapkan? Yang ada nantinya hanyalah penyesalan belaka. Penyesalan yang akan membuat kita tidak passion dalam menjalani hari-hari kita.
Rekan kerja, 2013 sudah sebulan berjalan, yuk kita sama-sama bersiap diri untuk menghadapi segala tantangan dan rintangan yang akan datang menghadang kita. Kita sebagai anak muda, jangan pernah takut untuk sejatuh-jatuhnya, gagal segagal-gagalnya, karena kita akan meraih “SUKSES” seutuh-utuhnya. Ayo lakukan “Resolusi bahkan kalau perlu Revolusi pada diri kita”, karena untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda terkadang kita harus merubah cara dan cara kerja kita. Memang perubahan tidak menjamin keberhasilan, tapi tidak ada kesuksesan tanpa diiringi oleh perubahan yang baik.
MISKIN HATI DAN HARTA
“Sudah miskin harta, miskin hati lagi” dengan
perasaan dongkol teman saya menggerutu melihat beberapa sopir truk yang
tiba-tiba membunyikan klakson truknya dengan sangat keras ketika kami
melewati gerombolan mereka. Herannya, mereka itu terlihat senang sambil
tertawa-tawa melihat kami terkejut.
Memang aneh, kenapa selalu orang-orang seperti itu yang harus menjadi pelaku ‘kesewenang-wenangan’. Padahal sebaiknya orang-orang seperti itu harus memiliki kelakuan yang baik agar orang-orang disekitar mereka bersimpati.
Kekayaan itu ternyata bukan hanya dilihat dari berapa banyak tumpukan materi yang dimiliki, namun sebesar apa rasa puas kita terhadap apa yang kita miliki. Tidak berarti orang-orang yang hidup mewah dan bergelimang harta itu merasa cukup dengan apa yang mereka miliki, juga bukan berarti orang yang miskin materi itu tidak bahagia.
Hakikat dari kekayaan itu adalah kaya jiwa, kaya hati dan rasa puas terhadap apa yang dimiliki. Maka tidak heran kenapa orang-orang ‘gedean’ yang selalu menjadi pelaku pencurian besar-besaran ‘korupsi’, kenapa pula orang-orang kaya dan berada itu tidak pernah merasa cukup dengan apa yang dimiliki, maunya menambah fasilitas dan gengsi-gengsian dengan apa yang meraka dapatkan. Itu semua karena mereka sebenarnya orang yang miskin. Miskin hati yang akhirnya menyebabkan mereka miskin fikiran dan miskin perilaku.
Acuan yang paling diagungkan adalah sebesar apa pencapaian materi, bukan apa yang bisa orang lain dapatkan dari materi yang didapat. Acuan keberhasilannya adalah sebesar apa materi yang bisa saya makan, bukan sebanyak apa orang lain bisa menikmati hasil dari materi yang tercapai.
Itu semua karena mereka sangat miskin. Miskin dalam segala sisi. Seakan dunia ini akan terus menerus ada dan ia kekal di dalamnya. Seakan harta yang ia kumpulkan akan menyelamatkannya dari kematian yang sekonyong-koyong datang tanpa diundang.
Lalu apa hubungannya dengan orang miskin tadi. Nah, orang-orang miskin harta tadi ternyata memiliki keadaan yang lebih parah. Sudah miskin harta, miskin hati. ibaratnya sudah jatuh masih tertimpa tangga. Ia sudah rugi dua kali. Pertama ia tidak menikmati keyaan dan kedua dia tidak pernah menikmati hidup.
lalu akhirnya mereka-mereka itu akan menjadi para penjilat penguasa dan orang kaya. Mereka akan menjadi orang-orang bermuka dua, tidak memiliki harga diri. Karena, menurut mereka kemiskinan lah yang memaksa mereka untuk seperti itu. Namun mereka salah, kemiskinan bukan kesalahan, kemiskinan hanyalah pilihan hidup. Karena miskin itu bukan hanya karena ia tidak memiliki uang. Miskin itu miskin hati, tidak menerima apa yang dimiliki.
Karena boleh jadi dia tidak punya materi namun kehidupannya penuh senyum. Boleh jadi rumah yang ia tempati kecil kumuh dan pedalaman, namun setiap nafas yang tinggal di rumah itu merasakan keluasan tiada tara. Karena apa ? Karena mereka menerima apa yang mereka dapatkan dan mereka kaya hati.
Memang aneh, kenapa selalu orang-orang seperti itu yang harus menjadi pelaku ‘kesewenang-wenangan’. Padahal sebaiknya orang-orang seperti itu harus memiliki kelakuan yang baik agar orang-orang disekitar mereka bersimpati.
Kekayaan itu ternyata bukan hanya dilihat dari berapa banyak tumpukan materi yang dimiliki, namun sebesar apa rasa puas kita terhadap apa yang kita miliki. Tidak berarti orang-orang yang hidup mewah dan bergelimang harta itu merasa cukup dengan apa yang mereka miliki, juga bukan berarti orang yang miskin materi itu tidak bahagia.
Hakikat dari kekayaan itu adalah kaya jiwa, kaya hati dan rasa puas terhadap apa yang dimiliki. Maka tidak heran kenapa orang-orang ‘gedean’ yang selalu menjadi pelaku pencurian besar-besaran ‘korupsi’, kenapa pula orang-orang kaya dan berada itu tidak pernah merasa cukup dengan apa yang dimiliki, maunya menambah fasilitas dan gengsi-gengsian dengan apa yang meraka dapatkan. Itu semua karena mereka sebenarnya orang yang miskin. Miskin hati yang akhirnya menyebabkan mereka miskin fikiran dan miskin perilaku.
Acuan yang paling diagungkan adalah sebesar apa pencapaian materi, bukan apa yang bisa orang lain dapatkan dari materi yang didapat. Acuan keberhasilannya adalah sebesar apa materi yang bisa saya makan, bukan sebanyak apa orang lain bisa menikmati hasil dari materi yang tercapai.
Itu semua karena mereka sangat miskin. Miskin dalam segala sisi. Seakan dunia ini akan terus menerus ada dan ia kekal di dalamnya. Seakan harta yang ia kumpulkan akan menyelamatkannya dari kematian yang sekonyong-koyong datang tanpa diundang.
Lalu apa hubungannya dengan orang miskin tadi. Nah, orang-orang miskin harta tadi ternyata memiliki keadaan yang lebih parah. Sudah miskin harta, miskin hati. ibaratnya sudah jatuh masih tertimpa tangga. Ia sudah rugi dua kali. Pertama ia tidak menikmati keyaan dan kedua dia tidak pernah menikmati hidup.
lalu akhirnya mereka-mereka itu akan menjadi para penjilat penguasa dan orang kaya. Mereka akan menjadi orang-orang bermuka dua, tidak memiliki harga diri. Karena, menurut mereka kemiskinan lah yang memaksa mereka untuk seperti itu. Namun mereka salah, kemiskinan bukan kesalahan, kemiskinan hanyalah pilihan hidup. Karena miskin itu bukan hanya karena ia tidak memiliki uang. Miskin itu miskin hati, tidak menerima apa yang dimiliki.
Karena boleh jadi dia tidak punya materi namun kehidupannya penuh senyum. Boleh jadi rumah yang ia tempati kecil kumuh dan pedalaman, namun setiap nafas yang tinggal di rumah itu merasakan keluasan tiada tara. Karena apa ? Karena mereka menerima apa yang mereka dapatkan dan mereka kaya hati.
0 komentar:
Posting Komentar